My Boyfriend

My Boyfriend

Kamis, 03 Juni 2010

FF NARUTO CHAPTER 1 : THE RING

Disclaimer : Naruto bukan punya saya.. Tapi punya Masashi Kishimoto-sensei.. saya hanya minjem charanya doang,,,
Theme Song : Tonight, I Feel Close To You punya Kuraki Mai & Yanzi

Genre : Romance
Pairing : Sakura X Sasuke, Sakura X Sasori, Hinata X Naruto

Happy Reading… ^^

FEEL CLOSE TO YOU

CHAPTER 1 :
THE RING

Close my eyes and feel your mind
Time has passed I walk like a shadow
Never knew what I’m going trough
You touch my hand and take my breath away

Malam yang dingin di bulan Maret. Angin dingin masih berhembus dari ufuk barat, padahal sebentar lagi musim semi tiba. Cuaca seperti ini membuat orang-orang malas keluar. Tetapi ada seorang gadis yang berjalan menembus malam itu sendirian. Gadis yang memakai sebuah mantel wool berwarna merah muda senada dengan warna rambutnya, celana dari bahan katun berwarna hitam dan sebuah syal warna blue sea yang melingkar indah di leher jenjangnya. Gadis itu berjalan tak mempedulikan apapun yang ada dihadapannya, bahkan dia tak melihat ada sebongkah batu di depannya.
“Aduh….!” Rintih gadis itu karena kakinya tersandung batu dan mendapati dirinya terjatuh. Gadis itu hendak beranjak bangun, tetapi tubuhnya tak bisa diajak kompromi. Dirinya oleng lagi dan untuk kedua kalinya dia akan terjatuh.

GREB…

Tiba-tiba ada sebuah tangan yang menangkapnya, tidak membiarkan sang gadis terjatuh untuk kedua kalinya.
“Dasar bodoh! Kenapa malam-malam begini jalan sendirian?” Tanya sang penyelamat itu pada si gadis.
Si gadis hanya bisa memandang sang penolong itu dengan wajah sendu. Sesosok pemuda dengan model rambut pantat ayam bermata onyx memakai mantel warna biru, celana warna hitam dan syal warna cream serta sarung tangan abu-abu sedang menyangga tubuh gadis itu. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibir mungil sang gadis yang manis itu. Malah yang keluar adalah titik-titik bening dari sudut matanya.
“Hei.. Jangan menangis!” Pemuda itu menegurnya.
Sang gadis berhenti menangis. Dia menyeka air matanya dan tetap saja tidak menjawab pertanyaan pemuda itu, malah dia berusaha untuk berdiri. Tapi sayang, ternyata kakinya terkilir waktu jatuh tadi sehingga sulit untuk berjalan.
“Kakimu luka?” Tanya pemuda itu lagi. Gadis itu hanya menggeleng.
Gadis itu mencoba berjalan walau dengan kaki terpincang, pikirannya benar-benar sedang kalut. Pemuda itu tak bisa membiarkannya dan kemudian mengejar sang gadis.
“Kau itu bodoh ya!” sekali lagi pemuda itu menegur sang gadis.
Gadis itu hanya menoleh, menatap pemuda itu dengan tatapan yang lagi-lagi – sendu. Pemuda itu hanya diam mematung melihat ekspresi gadis itu. Dia tak tahu harus bicara apalagi, karena tak ada satupun pertanyaan dan tegurannya yang dijawab. Akhirnya pemuda itupun menyerah dan mengikuti kemana langkah gadis itu akan pergi.

Setelah lama berjalan dan malam semakin larut pemuda itu mulai lelah. Akan tetapi begitu memandang gadis yang daritadi disampingnya itu semangatnya tumbuh kembali, entah kenapa ada sesuatu yang membuat pemuda itu tertarik.
“Maaf…” tiba-tiba si gadis menoleh padanya.
Sang pemuda terperanjat, gadis itu bicara!
“Tidak apa-apa,” jawab pemuda itu singkat dan menatap si gadis. Pandangan pemuda itu tertuju pada tangan gadis itu yang bebas tanpa pelindung, padahal malam ini malam yang dingin. Tanpa pikir panjang pemuda itu kemudian membuka sarung tangannya dan memakaikannya padanya.
“Ini? Tapi nanti kau kedinginan?” Tanya gadis itu pada sang pemuda. Sang pemuda hanya menggeleng. Perasaan si gadis yang tadinya kalut kini telah berubah lebih baik. Entah kenapa si gadis merasa nyaman berada di dekat pemuda yang bahkan belum dikenalnya itu.
“Te.. terima kasih,” jawab si gadis sambil menunduk.
“Sudah malam, lebih baik kau pulang,” balas pemuda itu.
Gadis itu hanya mengangguk dan kemudian berjalan lagi. Tapi tetap saja pemuda itu mengikutinya.

Hingga mereka tiba di sebuah rumah yang tidak cukup besar tetapi indah dan rapi.
“Ini rumahmu?” Tanya pemuda itu.
“Iya,” jawab gadis itu singkat. Sang pemuda melirik ke arah rumah itu, dan dilihatnya ada sebuah papan bertuliskan huruf hiragana yang berbunyi ‘Haruno’.
“Masuklah,” kata pemuda itu pada sang gadis.
“Terima kasih, maaf merepotkan,” ujar gadis itu seraya membungkuk.
“Sama-sama,” jawab pemuda itu santai. Kemudian pemuda itu pergi meninggalkan gadis itu dengan segalanya yang ada di sana.
Sang gadis menatap kepergian pemuda itu yang menghilang di telan kegelapan malam. Senyumnya sedikit terkembang.

Esoknya …

Gadis itu sudah terjaga dari tidurnya..
“Sasori…,” gumam si gadis. Lagi-lagi butiran air mata jatuh mengalir di pipinya. Dia segera menghapus air mata itu.
“Sakura…. Bangun nak!” Tiba-tiba terdengar seruan seorang wanita setengah baya yang jelas-jelas tengah membangunkan putrinya yang bernama Sakura itu dari arah dapur.
“Iya..” jawab gadis itu yang ternyata bernama Sakura. Semalam dia tidur larut dan kelelahan. Padahal ini hari pertamanya masuk sekolah setelah liburan musim dingin.
“Ugh… pusing!” rintih Sakura sambil memegangi kepalanya. Dia juga merasakan nyeri di kakinya. Dilihatnya memar di kakinya itu. “Tidak apa-apa,” bisiknya pada diri sendiri.
Dia segera bangun dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Hari ini Sakura berniat untuk memulai hari yang baru. Setelah selesai bersiap kemudian Sakura segera menata buku-buku pelajarannya, sebelum keluar dari kamarnya dia sempat menyambar sepasang sarung tangan abu-abu yang dia letakkan di atas meja belajarnya semalam setelah pulang entah darimana, yang jelas tadi malam dia berjalan tanpa tujuan. Sarung tangan yang mengingatkannya pada pemuda penolongnya. Sakura tersenyum simpul memandang sarung tangan yang dia genggam. Pemuda itu menyelamatkan dirinya dari kekalutan. Entah apa yang akan terjadi seandainya tidak ada pemuda itu tadi malam, mungkin akan terjadi hal buruk padanya.
“Hangat…” Sakura bergumam pada dirinya sendiri sambil menggenggam sarung tangan itu.
Sakura kemudian menepuk dahinya.
“Kenapa aku tidak menanyakan namanya!?” seru Sakura lagi pada dirinya sendiri.
“Sakura… cepat sarapan!” Ibunya menegur lagi dari ruang makan.
“Iya Bu…!” jawab Sakura cepat dan segera turun ke bawah.
Setelah menyelesaikan sarapannya Sakura segera berpamitan dan berangkat menuju sekolah.

Di jalan Sakura bertemu Naruto dan Hinata teman sekelasnya yang juga sepasang kekasih itu…
“Hei Sakura… Pagi!” seru Naruto padanya.
“Pagi Naruto!” balas Sakura dengan wajah yang ceria.
“Pagi Sakura…” sapa Hinata dengan senyumnya.
“Pagi juga Hinata,” balas Sakura dengan tersenyum juga.
“Wah.. kau sudah ceria lagi ya?” ujar Naruto pada Sakura.
“Biasa saja kok,” jawab Sakura simple.
“Iya… Aku senang melihatmu seperti ini” Hinata menyahut.
“Aku tidak apa-apa Naruto, Hinata.” Sakura menenangkan dan berusaha tersenyum ceria seperti biasanya. Naruto dan Hinata manggut-manggut.
“Kau sendirian?” Tanya Naruto pada Sakura.
Sakura hanya mengangguk mantap.
“Apa ada yang aneh?” Sakura balik tanya.
“Er.. tidak. Tapi kan biasanya kau ber….. uhm…” belum selesai Naruto bicara mulutnya sudah dibekap Hinata.
“…” Sakura hanya diam. Naruto begitu cerewet dia sering keceplosan bicara, makanya Hinata segera membekap mulut Naruto agar anak itu tidak bicara banyak mengenai hal yang nantinya bisa membuat Sakura sedih lagi itu.
“Ma.. maaf Sakura!” Hinata meminta maaf pada sahabatnya itu. Hinata merasa bersalah.
“Ah.. Tidak..” balas Sakura datar, roman mukanya kini terlihat sedih. Naruto dan Hinata tertegun melihat ekspresi Sakura yang berubah itu.
“Sa… Sakura maafkan aku!” Kini giliran Naruto yang meminta maaf sambil mengatupkan kedua tangannya di depan dadanya.
“Sakura… Dia tidak sengaja, maaf.” Hinata sekali lagi meminta maaf.
Sakura melihat kedua sahabatnya yang tulus itu. Dia tahu, seharusnya tak bersikap seperti ini.
“Ehm, tidak apa-apa,” Sakura mencoba tersenyum.
Hinata dan Naruto senang melihat Sakura tersenyum lagi.
“Kalian juga, pagi-pagi sudah jalan berdua. Apa aku menganggu?” ledek Sakura.
Sontak wajah Naruto dan Hinata langsung memerah.
“Tidak!” jawab mereka serempak.
“Kelihatannya mengganggu ya?” Sakura meledek lagi.
“Sudah ya, daripada mengganggu. Aku duluan. Sampai jumpa di sekolah.”
Kemudian Sakura segera berlalu meninggalkan kedua pasangan yang masih malu-malu kucing itu.

~XXX~

Sakura Haruno, 16 tahun sekolah di Konoha Gakuen High School kelas 2. Murid terpandai dan tercantik di sekolahnya. Baru-baru ini dia mengalami musibah yang telah merubah seluruh hidupnya.

>>FLASHBACK<<

Sakura dan Hinata yang sedang jalan-jalan pada saat liburan musim dingin menjelang masuk sekolah…

“Hinata… ayo kita ke sana!” ajak Sakura pada sahabatnya itu sambil menunjuk-nunjuk ke arah danau.
“EH... I.. iya Sakura.” Hinata yang kaget mendengar ajakan Sakura yang mendadak itu.
“Asyik…!” Sakura segera menggandeng Hinata dan menuju danau itu. Pemandangannya indah sekali meskipun masih musim dingin.
Sakura dan Hinata duduk-duduk di tepi danau yang masih beku itu. Sakura merasakan kedamaian di tempat itu.
“Sakura… Kenapa kau tidak pergi saja dengan Sasori?” Tanya Hinata pada Sakura yang masih asyik dengan dunianya. Sakura menoleh.
Begitu mendengar nama Sasori dia langsung cemberut.
“Eh? Ke..kenapa?” Tanya Hinata tergagap.
“Dia menyebalkan,” gerutu Sakura.
“Dia bilang tak bisa hari ini, sedang sibuk di tempat kerja part timenya,” lanjut Sakura masih dengan ekspresi sebal.
“Kenapa dia tak ambil cuti saja? Kan sedang liburan?” Tanya Hinata lagi.
“Aku tak tahu. Yang jelas dia menyebalkan!” Sakura mendengus kesal.
“Ehm,,sudahlah. Kita liburan berdua saja.” Hinata tersenyum pada Sakura. Sakura balas tersenyum.
“Lalu? Dimana Naruto?” Tanya Sakura pada Hinata.
“Ehm.. dia sedang pergi ke Kobe bersama kakeknya, kakek Jiraiya,” jawab Hinata.
“Wah, anak itu mau apa?” Tanya Sakura lagi.
“Aku tidak tahu, kata dia kakeknya akan mengajarkan jurus Karate yang baru,” jelas Hinata sambil membayangkan Naruto. Tiba-tiba pipinya bersemu merah. Sakura yang melihatnya hanya bisa terkikik geli.
“Dia lelaki yang hebat. Pantas untukmu Hinata, yah kecuali untuk mulutnya yang cerewet itu,” ujar Sakura kepada Hinata. Muka Hinata kini semakin merah mendengar pujian sekaligus hinaan yang Sakura lontarkan untuk dirinya dan Naruto. Hinata benar-benar menyayangi Naruto, begitupula Naruto.

Sejujurnya Sakura iri dengan sahabatnya itu. Naruto sangat menyayangi Hinata, dia selalu ada untuk Hinata. Naruto juga tak segan belajar karate lebih giat untuk melindungi Hinata. Karena Naruto tahu setiap kali, ada saja orang-orang yang selalu mengganggu Hinata. Mereka berdua juga telah melakukan first kissnya saat kencan pertama mereka. Karena ciuman pertama Hinata adalah untuk Naruto, dan ciuman pertama Naruto adalah dengan Hinata. Mereka juga pasangan yang lucu dan saling memahami.

Sedangkan dia, maksudnya hubungan Sakura dan Sasori. Hubungan yang sangat dingin. Meski sudah setahun berpacaran, tak ada kemajuan apapun diantara hubungan mereka. Tidak pernah ada kata suka yang terlontar dari mulut Sasori. Jangankan ciuman, berpelukan saja mereka jarang sekali. Sasori lebih mementingkan kerja part timenya di kafe ‘Akatsuki’ daripada berpacaran. Sakura jadi heran, mengapa dulu mereka bisa jadian. Yah setelah dipikir-pikir tidak buruk juga, Sasori juga punya sisi baik. Dia selalu berjalan pulang dan pergi ke sekolah bersama Sakura, walaupun rumah Sasori berlawanan arah dengan Sakura tetapi pemuda berambut merah itu tetap setia mengantar sang kekasih untuk pulang ke rumahnya. Dia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada Sakura. Apabila Sakura merasa kedinginan dia akan menggandeng tangan Sakura agar lebih hangat. Meskipun tidak terlihat mencolok, tetapi Sasori cukup menyayangi Sakura.

Sakura terduduk, dalam pikirannya berkecamuk segala hal tentang Sasori. Membayangkannya membuat Sakura tersenyum-senyum sendiri, padahal tadi dia terlihat begitu kesal pada Sasori. Namanya juga cinta, memang benar-benar sulit diduga.
Hinata yang melihat Sakura senyum-senyum sendiri seperti itu jadi geli.

Setelah lama duduk di sana mereka kemudian beranjak untuk pulang. Tiba-tiba sesuatu jatuh dan menggelinding ke tengah danau. Benda bulat itu berada ditengah-tengah lapisan es yang tipis. Sakura tak tahu benda apa itu, yang jelas benda itu terlihat berkilau. Hinata yang di sampingnya terlihat panik, Sakura segera mengalihkan pandangannya pada sahabatnya itu.
“Ada apa Hinata?” Tanya Sakura melihat perubahan sikap Hinata tadi.
“Cin.. cincin pemberian Naruto tak ada!” seru Hinata yang terlihat benar-benar panik.
“Apa?! Cincin??” Sakura terlonjak.
“Iya.. Cincin emas putih hadiah dari naruto untuk perayaan hari jadi kita.. hiks..” jawab Hinata mulai menangis.
“Eh? Maksunya cincin yang ada di tengah danau itu?” Tanya Sakura agak sweatdrop melihat tingkah Hinata. Hinata memutar kepalanya dan menatap ke arah yang dimaksud Sakura.
“I…Itu dia!!” pekik Hinata senang. Hinata akan lari mengambil cincin itu, tetapi ditahan Sakura.
“Biar aku saja..” jawab Sakura sambil tersenyum.
“Ng?” Hinata tak mengerti.
“Kau diamlah di situ Hinata. Biar aku yang mengambilnya,” terang Sakura. Dia tahu keadaan Hinata sedang tidak baik, kalau dibiarkan maka bisa berbahaya jadi lebih baik Sakura saja yang turun tangan. Lagipula kalau esnya mencair , Sakura bisa berenang karena dia perenang handal, sedangkan Hinata dia tidak bisa berenang sama sekali.
Akhirnya Hinata mengangguk.
“Hati-hati ya Sakura!” Hinata berseru pada Sakura yang sudah berjalan ke tengah danau.
Danau itu cukup luas, sementara cincin itu ada di tengah-tengah dan ada di deretan es dengan lapisan yang tipis. Terlalu berisiko tapi apa boleh buat ini demi sahabatnya maka Sakura mau melakukan itu.
Sementara itu di pinggir danau Hinata masih menanti dengan harap-harap cemas.

Di tepi jalan yang tak jauh dari danau itu sedang berjalanlah sesosok pemuda berambut merah dengan santainya. Setelan pakaiannya begitu kasual dan memancarkan ketampanan pemuda itu.
“Sakura!” Pemuda itu langsung mengalihkan pandangan menuju ke arah sumber suara itu. Selidik punya selidik jelas-jelas itu suara Hinata dari pinggir danau yang sedang berteriak.
Bukan teriakan gadis itu yang membuat pria berambut merah itu tertarik, tetapi nama yang diteriakkan itu yang membuat pemuda berambut merah yang sebenarnya adalah Sasori itu menoleh. Coba saja kalau teriakan itu berbunyi “Ino!” pemuda itu tak akan menggubrisnya dan akan berlalu pergi begitu saja.
Sasori melihat seorang gadis berambut indigo yang tentu saja telah sangat dikenalnya sedang berdiri di tepi danau dengan wajah khawatir. Tetapi Sasori tak menemukan Sakura yang dimaksud oleh gadis itu yang tak lain adalah Hinata.
“Ng, ada apa dengan Sakura?” gumam Sasori. Tanpa sadar Sasori telah melangkahkan kakinya menuju tempat Hinata berdiri. Hinata masih tak menyadari kehadiran Sasori.
“Hinata? Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya Sasori dengan rasa keingintahuannya yang tinggi. Dia belum sadar kalau di depannya walau agak jauh, ada seorang gadis berambut pink yang sedang berjingkat-jingkat di atas es yang tipis berusaha untuk mengambil sebuah cincin.
Hinata terlonjak kaget, dia merasa terkejut karena dengan tiba-tiba Sasori telah ada di sampingnya dan memandangnya dengan rasa penasaran.
“Eh? Sa… Sasori!” Hinata tergagap.
“Iya,, Kau kenapa? Lalu dimana Sakura? Kudengar kau memanggilnya,” lanjut Sasori semakin penasaran karena ini menyangkut orang yang dicintainya.
“Ehm… i.. itu…” Hinata tak menjelaskan tapi dia menunjuk ke tengah danau tempat Sakura berada.
Sasori mengikuti arah telunjuk Hinata. Matanya langsung melotot melihat pemandangan di depannya.
Di tempat Sakura….
“Uf… sedikit lagi!” Sakura berjingkat. Tinggal dua langkah lagi dia akan berhasil menggapai cincin itu.
Tap.. satu langkah lagi.
Tap.. sukses!
Cring…
“Kena!” seru Sakura senang.
“Hore, berhasil!” Sakura terlihat begitu senang.
Kemudian Sakura memutar tubuhnya ke arah Hinata.
“Hinata ini!” pekik Sakura senang sambil melambai-lambaikan tangan yang menggenggam cincinnya.
“Hore!” Hinata yang di seberang juga ikut terlonjak senang.
Mata Sakura juga membulat sempurna dan lebih senang lagi ketika menangkap sosok di samping Hinata. Sosok orang yang sangat dicintainya!
“Sasori!!” Saking senangnya Sakura tak sengaja terlonjak. Tiba-tiba gletser-gletser es itu retak.
“Sakura!!” Hinata berteriak histeris melihat apa yang sedang terjadi di hadapannya, senyum kegembiraannya hilang. Kini berganti dengan roman ketakutan dan khawatir. Dalam hatinya Hinata berdoa semoga Sakura tidak apa-apa.
“Sakura!!!” Kini Sasori yang berteriak lebih keras. Pemuda itu kehilangan segala sikap tinggi hatinya apabila bersama Sakura, apalagi dalam keadaan seperti ini.
Sakura yang baru saja menyadari bahaya yang akan menimpanya hanya bisa terdiam. Di lemparnya cincin itu tepat ke arah Hinata. Hinata yang masih panik tak bisa berbuat apa-apa, tetapi tangannya secara reflex menangkap cincin itu.
Retakan semakin melebar, Sakura terjebak dalam es itu.
“Kyaaaa!!” disusul teriakan Sakura karena es tempatnya berpijak retak.
Byuuur…
Bunyi sesuatu tercebur ke air.
Sakura tenggelam ke danau yang dingin itu. Tentu saja, ini kan musim dingin! Suhu danau itu bisa mencapai minus 00C. Kalau tidak segera diselamatkan nyawa Sakura bisa terancam.
Tanpa pikir panjang Sasori segera berlari menuju tempat Sakura. Dia tidak akan membiarkan orang yang di cintainya dalam bahaya apalagi bila kejadian tersebut ada depan matanya!!!

~TO BE CONTINUED~


Akhirnya selesai juga chapter 1 ini… :)
Maaf ya kalo saya potong di bagian adegan flashback…
Maaf juga karena belum menampilkan pairing SasuSaku…
OK... please coment...

FF KISEKI FAM's CHAPTER 1

Ririn datang dengan fanfict baru lagi!!!
Sekarang fanfictnya tentang keluarga Ririn yang ada di dunia maya, KISEKI. I love my family!!! Meski kami tak ada hubungan darah tetapi ini tetap mengikatkan kami sebagai satu kesatuan.
So, fanfict ini Ririn persembahkan buat seluruh keluarga Kiseki yang sungguh sangat Ririn sayangi dan banggakan… terutama untuk Ayah dan Bunda yang akan berniat menikah. Semoga kalian bahagia dan selamat menempuh hidup baru!!

Enjoy it!!!

STORY OF KISEKI’S FAMILY
CHAPTER 1 :
PROLOG

Author : Ririn Cross / Ririn Kiseki

Pairing : Manymore....

~XXX~

Suatu pagi yang cerah..
“Ririn, Iki… Bangun!!!!” Suara yang menggelegar terdengar dari arah dapur. Sementara dua insan yang dipanggil itu masih asyik bergumul di tempat peraduannya yang hangat. Mereka tidak juga sadar dari hipnotis alam mimpinya.
“Huh! Mereka malas sekali sih!” Gerutu seorang ibu muda yang terlihat masih cantik itu. Ibu itu tak lain adalah Inamori Kiseki, Bunda dari anak-anak Kiseki.
“Ada apa Bunda?” Tanya seorang gadis yang baru saja selesai membersihkan diri. Dia terlihat menggosok-gosokkan handuk ke rambutnya yang masih basah itu.
“Adik-adikmu yang bandel itu. Bangunkan mereka Nami!” perintah Inamori masih dengan ekspresi agak sebal.
Tiba-tiba seorang gadis yang terlihat lebih muda masuk membawa sekeranjang sayuran yang baru di petik dari kebun belakang. Gadis itu langsung menatap Ibunya dan gadis bernama Nami itu.
“Eh, ohayou kak Nami,” spontan gadis kecil itu langsung tersenyum dan mengucap salam pada kakaknya.
“Iya Hina. Ohayou mo~,” balas gadis yang bernama Nami itu kepada adiknya, Hinata. Hinata membalasnya dengan senyuman lagi.
“Bunda, kenapa marah-marah?” Tanya Hinata dengan polosnya sambil meletakkan ke ranjang sayur di meja dapur.
“Hem… kakak-kakakmu itu Hina,” timpal Bunda. Hinata yang sudah bisa menebak apa yang terjadi hanya terkikik kecil. Nami yang sudah selesai dengan kesibukannya juga hendak beranjak menjalankan tugas yang diamanatkan kepadanya dari sang Bunda tercinta.
“Kakak.. aku ikut.” Susul Hinata di belakang Nami, yang sedang melangkah menuju kamar Ririn dan Iki yang kebetulan jadi satu tetapi pisah ranjang.
“Fuh, repot juga punya anak-anak nakal seperti mereka. Untung saja ada Nami dan Hinata yang agak sedikit lebih bisa diajak kompromi *Lho? Bahasa apa ini?*,” keluh Inamori kemudian melanjutkan kesibukannya di dapur.

“Iki…! Bangun…!” seru Nami mencoba membangunkan adiknya yang bernama iki itu.
“Uhm…” hanya itu respon yang diberikan Iki pada kakaknya lalu kembali ke alam mimpinya. Dia masih asyik dengan mimpinya konser bareng TVXQ.
Hal yang sama juga dialami Hinata begitu membangunkan kakaknya yang satu lagi.
“Kakak… Bangun…” Hinata mencoba mengguncang-guncangkan tubuh kakaknya yang masih tak ada tanda-tanda untuk bangun itu.
“…” Tak ada respon dari Ririn.
Nami sudah mulai hilang kesabaran dan akhirnya.
“IKI!!! BANGUN!!!” teriak Nami dengan sekuat tenaga di samping telinga Iki. Iki yang mendengarnya langsung loncat bangun. Sedangkan Hinata hanya bisa sweatdrop melihat kejadian itu. Kemudian Nami berbalik ke ranjang tempat Ririn. Iki yang sudah bangun tampak mengelus dadanya.
“RIRIN!! BANGUN!!!!” Kini giliran Ririn yang mendengar teriakan Nami. Tetapi anehnya anak itu tak bangun juga. Muncul tiga tanda siku-siku di pelipis Nami. Hinata mundur dan mencoba berlindung bersama Iki di ranjangnya.
Nami lalu menggoncang-goncangkan tubuh Ririn dan berteriak sekali lagi.
“BANGGUNNN!!!” Teriakan Nami itu sukses membuat burung-burung yang sedang bertengger di atas pohon beterbangan seperti terkena angin badai dan membuat rumah keluarga Kiseki itu bergetar. Ririn yang merasakan ada kegaduhan di luar kemudian mencoba membuka sedikit matanya. Dilihatnya tatapan kakaknya yang seperti siap akan membunuhnya. Ririn hanya menyunggingkan senyum kecil melihat itu. Yang jelas saja membuat semua orang yang ada di situ sweatdrop.
Ririn mencoba bangun dan kemudian mengucek-ucek matanya. Sinar matahari pagi dari jendela yang terbuka telah menyentuh hangat pipinya.
“Eh kakak. Ohayou!” sapa Ririn dengan polosnya kepada kakaknya yang baru saja susah payah membangunkannya.
“O..ohayou mo,” jawab Nami tergagap. Dia benar-benar tak habis pikir dengan adiknya yang ada dihadapannya ini. Dan menepuk pelan dahinya serasa bergumam pada dirinya sendiri.
“Iki dan Hinata sudah bangun juga? Ohayou~,” sapa Ririn dengan cerianya.
“O..hayou kak,” jawab Iki dan Hinata bersamaan dan masih sweatdrop.
Kemudian Ririn tampak sibuk melepas sesuatu benda yang ada di telinganya. Benda yang semalaman menutup telinganya dan memutarkan lagu–lagu rock, dan terbawa tidur karena ririn lupa mematikannya. Sampai pagi pun lagu itu masih berdenging dan berputar keluar dari headseat yang dia kenakan itu. Nami langsung cengo melihat benda yang dibawa adiknya itu dan segera menyambarnya dan menempelkan di telinganya. Suara lagu rock super keras memenuhi telinganya.
‘Pantas saja dia tak mendengar!’ batin Nami dalam hati sambil menghela nafas. Sedangkan Iki dan Hinata hanya bisa saling tatap melihatnya dan mereka berdua tertawa terbahak-bahak segera setelah mengetahui kebenaran yang ada dihadapan mereka.

~XXX~

Saat sarapan di meja makan.
Semua sudah berkumpul di meja makan. Kepala keluarga Kiseki, Yasakira Kiseki duduk di kursi utama sambil menikmati hidangan yang dimasak oleh istri tercintanya, Inamori Kiseki dengan tenang. Ririn Kiseki anak ke dua dari keluarga Kiseki juga tengah menikmati sarapannya dengan Iki Kiseki adiknya sekaligus anak ketiga dari keluarga itu yang duduk disamping kursinya. Nami Kiseki dan Hinata Kiseki yang duduk bersebelahan di sisi lain meja makan juga tengah asyik mengunyah hidangan lezat dihadapannya itu. Nami Kiseki adalah anak tertua dari keluarga Kiseki, sedangkan Hinata Kiseki adalah adik dari mereka bertiga. Sementara, Bunda mereka tersayang, Inamori Kiseki sedang sibuk di dapur membuatkan kopi untuk suaminya.
“Anak-anak,” panggil Bunda mereka sambil menyuguhkan kopi untuk Ayah.
“Iya, ada apa Bunda?” Tanya Nami merespon sambil masih asyik memainkan garpu dan pisaunya. Yang lain hanya melemparkan pandangan penuh tanya ke arah Bundanya yang sedang melayani Ayahnya itu.
“Ehm begini. Ayah dan Bunda akan pergi ke tempat Kakek Kira di Osaka. Bunda mendengar kabar dari Tante Rukia dan Paman Ichigo kalau Kakek Kira sedang sakit,” terang Bunda Ina kepada anak-anaknya.
“Kakek sakit?!!” Semuanya langsung terbelalak mendegarnya. Bahkan Ririn sampai tersedak teh yang diminumnya sehingga batuk-batuk hebat.
“Uhuk…Uhuk.. Kakek sakit apa Bunda?” Tanya Ririn terbatuk-batuk karena tersedak sambil menepuk-nepuk dadanya. Sementara Iki berinisiatif mengambil air putih untuk kakaknya itu.
“Kami juga tidak tahu nak. Makanya kami akan segera berangkat ke sana.” Ayah Yasa angkat bicara kemudian menyesap kopi hangat yang baru terhidang itu.
“Benar sayang,” angguk Bunda mengiyakan.
“Lalu Ayah dan Bunda akan berapa lama disana?” Tanya Hinata dengan polosnya.
“Belum dapat dipastikan sayang, mungkin sampai Kakekmu sembuh,” jawab Bunda sambil tersenyum lembut keibuan.
“Uhm, terus siapa yang akan merawat kami selama kalian tidak ada?” Tanya Iki sambil menatap Ayah dan Bundanya bergantian.
“Bundamu sudah menelepon Tante Yoshiko untuk menjaga kalian sayang,” jawab Ayah sambil melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
“Dan sepertinya Ayah harus segera berangkat sekarang,” lanjut Ayah lagi kemudian menyambar tas dan jas kerjanya. Sebelumnya dia mengecup lembut dahi Bunda mereka, Inamori. Dan tak lupa anak-anaknya mencium lembut tangan Ayah yang sangat dihormatinya itu. *Benarkah*?*

~XXX~

Dari kejauhan tampak seorang pemuda dengan rambut hitam model pantat ayam bermata onyx tengah berjalan bersama seorang pemuda dengan model rambut spike kecoklatan yang bermata emerald. Keduanya berwajah tampan dan begitu elegan. Sekali lirik saja para gadis bisa dibuatnya jatuh pingsan. *lebay*
Selagi berjalan mereka hanya terdiam tidak saling bicara. Benar-benar tipikal cowok yang cool dan pendiam.
Mereka kemudian tiba di depan sebuah rumah yang ada sebuah papan bertuliskan ‘Kiseki’.
“Ini rumahnya ya?” Tanya pemuda berambut spike kecoklatan itu.
“Iya Sora, rumahnya memang disini,” jawab pemuda bermata onyx itu.
“Bagus,” sahut pemuda yang dipanggil Sora itu dengan menyeringai.
“Ng?” Pemuda bermata onyx itu hanya mengernyit.

~XXX~

Selepas Ayah mereka pergi, sarapan juga telah selesai.
“Baiklah anak-anak, kalian juga harus segera berangkat,” ujar Bunda Ina sambil membereskan meja makan.
“Baik Bunda!” sahut ke-empat anak itu bersemangat.
Kemudian mereka berpamitan. Tetapi Ririn menuju kamarnya terlebih dulu karena ada yang ketinggalan.
“Ada apa sayang, kenapa tidak berangkat dengan mereka?” Tanya Bunda penasaran.
“Sebentar Bunda. Ada barang yang ketinggalan di kamar,” jawab Ririn dengan tergesa.
“Ya sudah. Bergegaslah, sebelum mereka jauh,” balas Bunda Ina sambil berlalu ke kamarnya hendak berganti baju karena dia juga akan pergi.
“Iya Bunda,” sahut Ririn cepat dan berlari ke kamarnya yang berada di atas.

“Eh? Aa Sasuke kenapa kau ada di sini?” Tanya Iki terkejut begitu melihat pemuda bermata onyx itu, Sasuke Uchiha dan seorang pemuda dengan setelan seragam yang sama tengah berdiri di depan rumah mereka.
“Tentu saja menjemputmu,” pemuda bernama Sasuke itu menjawab sembari tersenyum simpul. Iki langsung blushing karena senyuman dari pemuda itu. Tetapi pandangannya langsung teralih begitu melihat cowok yang berdiri di samping Sasuke itu.
“Siapa dia?” Tanya Iki penasaran. Sasuke melirik sebentar, pemuda di sampingnya hanya menggangguk.
“Rizuki Sora. Dia temanku,” jawab Sasuke dengan menyeringai.
“Salam kenal.” Rizuki Sora menyalami Iki.
“Iki Kiseki,” jawab Iki singkat. Dia memperhatikan pemuda bernama Rizuki itu dengan seksama. Dan penilaiannya adalah 80. Seorang cowok yang terlihat sopan, rapi dan cukup tampan.
Nami dan Hinata yang juga akan berangkat melihat itu. Lalu mereka berdua menghampiri Iki, Sasuke dan Rizuki.
“Hai Sasuke!” sapa Nami dengan riangnya. “Mau menjemput Iki ya?” ledek Nami yang tahu kalau Sasuke adalah pacar Iki. Sontak keduanya langsung blushing. Sementara Hinata dan Rizuki hanya tersenyum geli.
“Pagi Kak Sasuke,” sapa Hinata ramah pada Sasuke.
“Pagi Nami, Hinata,” jawab Sasuke masih dengan wajah memerah.
“Ugh. Kakak ini, kenapa meledek kami sih.” Iki sewot.
“Hahaha. Melihat kalian rasanya lucu saja,” jawab Nami sambil terbahak.
“Ng? Kak Sasuke siapa dia?” Tanya Hinata sambil menunjuk pemuda yang berada di samping Sasuke.
“Dia teman sekelasku,” jawab Sasuke.
“Aku Rizuki Sora. Yoroshiku ne.” Rizuki memperkenalkan diri.
“Wah, tampan sekali. Aku Nami Kiseki, salam,” ujar Nami dengan semangatnya.
“Aku Hinata Kiseki.” Hinata berkenalan dengan malu-malu.

Ririn kemudian turun tangga dan buru-buru keluar, tetapi sebelumnya dia berucap, “Aku berangkat!”
Bunda Ina yang mendengarnya hanya mengangguk.
Cepat-cepat Ririn memakai sepatunya dan mengunci pintu dari luar. Tetapi begitu melewati pagar langkahnya langsung terhenti melihat saudaranya masih berada di sana, ditambah lagi ada Sasuke. Tetapi yang paling membuat Ririn terkejut bukan itu, melainkan sosok pemuda yang bersama Sasuke itu.
“Kenapa dia ada disini sih?” Ririn bergumam pada dirinya sendiri. Dan dalam pikiran Ririn langsung merespon agar mengambil jalan lain untuk menghindarinya.
Rizuki yang sedang asyik ikut mengobrol dengan tiga bersaudara di depannya dan Sasuke itu langsung memicingkan matanya begitu melihat sosok yang telah dia tunggu sejak tadi. Sosok itu tengah berdiri di depan pagar dan hendak mengambil langkah yang berlawanan. Pemuda itu tersenyum simpul. Nami mengikuti arah pandangan mata Rizuki dan dia menemukan adiknya sendiri ternyata yang sedang dilihat oleh pemuda itu.
“Ririn!!” panggil Nami kepada Ririn sebelum Ririn sempat pergi dari situ. Sasuke, Iki dan Hinata juga ikut memandang ke arah Ririn.
‘Sial!’ umpat Ririn dalam hati.
Ririn berbalik dan mencoba tersenyum.
“I..iya kak,” jawabnya agak tergagap.
“Kenapa kakak pergi ke arah sana? Bukannya arah sekolah kita sama kak?” Tanya Iki penuh selidik.
“Hu,um,” tambah Hinata spontan.
Sasuke hanya manggut-manggut sementara Rizuki malah terkikik geli.
“Aku…. Er… Ada urusan sebentar. Dahh!!,” jawab Ririn kemudian berbalik dan mengambil arah berlawanan itu.
Sementara itu sebelum Ririn sempat melangkah jauh Rizuki menyelinap dari tempatnya dan mengejar Ririn. Nami, Iki, dan Hinata hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala tak mengerti. Sedangkan Sasuke hanya tersenyum simpul.
“Jadi karena ini,” ujar Sasuke pada dirinya sendiri. Tetapi Iki mendengarnya.
“Memang ada apa kak Ririn dengan temanmu itu Aa Sasu?” Tanya Iki dengan pandangan curiga.
“Dia itu teman sekelasnya kakakmu, Iki sayang,” jawab Sasuke dengan nada menggoda.
“Jadi dia?” Nami terpekik.
“Maksud kakak pacar kak Ririn?” komentar Hinata begitu melihat respon dari kakaknya itu.
“Eh, bukan kok.” Sasuke menegaskan.
“Hah? Lalu siapa?” Tanya ketiga bersaudara itu serentak.
“Aku juga tidak terlalu mengerti sih. Tetapi mereka tidak pernah akur,” jelas Sasuke untuk membenarkan kesalahpahaman yang terjadi.
Hinata langsung terbayang seseorang begitu mendengar kata tidak akur yang dilontarkan Sasuke dari mulutnya. Dia jadi ingat dengan temannya yang bernama Fuyuki Terasu. Anak cowok yang selalu mengganggunya dan menjadi teman bertengkar Hinata sejak kecil. Hingga di bangku kelas 1 SMA ini pun mereka masih sering bertengkar. Dan selama ini mereka selalu berada di kelas yang sama. Benar-benar musibah pikir Hinata dalam hati.
“Ugh, jadi begitu. Pantas saja kakak lebih memilih menghindar,” celetuk Hinata.
Semuanya memandang ke arahnya dengan pandangan –kenapa-bisa-seperti-itu– kepada Hinata. Hinata yang dipandang seperti itu langsung terlonjak.
“Er, tidak kok kak. Tidak apa-apa,” jawab Hinata panik.
“Jangan-jangan adikku yang manis ini menyembunyikan sesuatu ya?” Nami mengajukan pertanyaan yang tepat sasaran.
Glek. Hinata hanya bisa menelan ludah. Dan dia memilih untuk kabur saja dari tempat itu.
“Kak Nami, Kak Iki dan Kak Sasu. Aku duluan ya!” Hinata langsung berpamitan dan lari menghindari pertanyaan aneh yang akan dilontarkan kakaknya itu.
“Aneh,” komentar Iki.
“Iya. Apa ini perlu diselidiki ya?” gumam Nami.
“Hn,” tanggap Sasuke datar.
Kemudian tak lama setelah Hinata pergi datanglah seorang cowok mengendarai Harley Davidson keluaran terbaru. Dan cowok itu berhenti di samping mereka.
“Hello ladies and gentlement. Morning,” sapa cowok itu lalu membuka helm yang menutupi wajahnya.
“Morning,” jawab Iki dan Sasuke cengo.
“Kai…!” Kak Nami langsung menghambur ke arah cowok itu. Cowok itu tersenyum memperlihatkan ekspresi yang bisa menghipnotis. Ya dialah Kaito Kuroba pacar dari Nami Kiseki. Anak cowok yang tampan, keren dan pintar, tetapi memakai kacamata minus itu adalah idola di kampus tempat mereka kuliah. Dia juga senior Nami selama SMA dan di kampus. Nami mahasiswa semester 1 jurusan teknik kimia sedangkan dia mahasiswa semester 3 pada jurusan yang sama.
“Osh.. Kami pergi dulu ya,” ucap Kaito pada Sasuke dan Iki yang masih sweatdrop melihat tingkah kakaknya itu.
“Yo.. Sasuke, jaga adikku ya!! Bye!!” Nami tahu-tahu sudah membonceng di Harley itu.
“OK!” jawab Sasuke spontan. Iki hanya bisa mengangguk. Dan kedua manusia yang menaiki Harley itu pun melesat pergi membelah pagi menyongsong matahari.
“Baiklah! Ayo berangkat Iki,” ujar Sasuke seraya menggandeng tangan Iki. Akhirnya mereka berdua jalan menuju ke sekolah mereka dalam pagi yang bisa dibilang cukup cerah.

~XXX~

“Tante!!!” sebuah suara berteriak memanggil.
Kemudian terdengar derap langkah menuju tempat si pemilik suara memanggil.
Cklek. Bunyi pintu dibuka. Muncullah seorang wanita muda dengan rambut panjang sebahu warna ungu memakai kacamata. Wanita itu terlihat cantik dan elegan, penampilannya pun modis sesuai style masa kini.
“Ada apa Uqi sayang?” Tanya wanita itu memenuhi panggilan si pemilik suara yang bernama Uqi itu.
“Bantu aku mengepak barang-barang ini,” rengek Uqi pada tantenya itu.
“Fuh, kau itu. Bisa sendiri kan? Tante sedang ada urusan mendadak nih,” ujar wanita itu sambil melirik jam tangannya.
“Humm,, Tante Yoshi jahat!” Uqi kelihatan mulai ngambek.
“Tante buru-buru, kau minta bantuan saja pada L, kakakmu,” tambah wanita itu kemudian berlalu pergi.
“Hua…..!!!” Uqi kini menangis karena tidak dihiraukan. Tak berapa lama setelah itu dari balik pintu muncullah seorang gadis yang tidak terpaut jauh umurnya dari Uqi. Rambutnya panjang dan memakai kacamata. Tetapi dia terlihat begitu manis.
“Jangan menangis Uqi. Sini kakak bantu,” tegur gadis itu pada Uqi.
“Eh? Kak L? Kyaaa…. Kakak baik banget deh.” Uqi menghambur dan langsung memeluk kakaknya itu yang bernama L. L? Nama yang sangat singkat ya, dan unik? Ini karena anak itu begitu menggemari tokoh anime di Deathnote. Hoho, sehingga ayah dan ibunya menamai L. Lengkapnya Aoi L Kiseki. Yap, dia juga anggota keluarga Kiseki.
Begitu pula gadis kecil yang manja itu. Gadis kecil nan imut, berambut ikal itu adalah Ruqia Kiseki, lebih akrab dipanggil Uqi. Dia juga anak dari keluarga Kiseki.
Sedangkan Tante Yoshi yang dimaksud tadi adalah Yoshiko Kiseki. Adik dari Inamori Kiseki, wanita muda yang belum menikah. Diketahui belakangan dekat dengan seorang cowok tetapi tidak pernah mau mengaku jika ditanyai. Yah kecuali diam-diam curhat-curhatan dengan Ririn, keponakannya yang juga dekat dengannya.
“Iya iya… sekarang lepaskan pelukanmu itu,” ujar L mencoba lepas dari pelukan adiknya itu.
“Hehe. Makasih Kak L,” ujar Uqi sambil nyengir.
Mereka berdua juga anak dari Inamori Kiseki dan Yasakira Kiseki. Tetapi mereka tidak tinggal bersama keluarganya karena mereka dirawat oleh bibinya itu, Tante Yoshi. Mereka tinggal di Okinawa dan bersekolah di sana. Uqi masih kelas 3 SMP sedangkan L kelas 1 SMA seperti Hinata karena pada saat dia memasuki SMP dia memilih mengambil program aksel. Kiseki seluruhnya tinggal di Tokyo.
Dan hari ini juga mereka akan ke tempat orangtua mereka yang ada di Tokyo karena semalam ayah mereka menelepon agar mereka pulang ke rumah. Kebetulan juga di Okinawa itu sedang liburan panjang entah karena alasan apa. Padahal daerah Tokyo saja tidak sedang liburan.

~XXX~

Ririn terus berjalan. Dia tahu dia sedang diikuti, tetapi Ririn tak menghiraukan pemuda yang mengikutinya itu. Hingga saat itu mereka sampai di pinggiran danau Iwase yang sangat luas dan jernih. Ririn berhenti sejenak, menghirup udara pagi yang segar. Jarang-jarang dia melewati jalur ini kalau berangkat sekolah.
Pemuda yang mengikutinya itu pun ikut berhenti. Melihat apa yang dilakukan gadis berambut panjang itu. Alisnya sedikit terangkat, tetapi kemudian bibirnya membentuk lengkungan dan terciptalah sebuah senyuman yang mempesona.
Mata Ririn menerawang menatap cakrawala kala matahari terbit dari ufuk Timur itu. Pemandangan yang sungguh indah dan mengesankan. Danau itu terkena pantulan cahaya matahari sehingga terlihat berkilau menambah keindahan alam di sekitar Danau Iwase.

Tiba-tiba…

CRING… Ada suara benda menggelinding.
PLUNG.. Kini suara benda yang jatuh ke air.
“Eh? Suara apa tadi?” Ririn tersadar dari khayalannya.
Begitu merasakan kalau telinga kirinya sudah tak bertahta, Ririn langsung panik. Ternyata yang jatuh tadi antingnya! Anting pemberian Kakek Kira saat ulang tahunnya yang ke-16. Kakek yang sangat dia sayangi. Saat itu Kakek Kira benar-benar masih terlihat segar bugar. Tetapi lelaki tua itu kini terbaring sakit di kediamannya. Sebenarnya Ririn ingin ikut orangtuanya pergi tetapi dia mempertimbangkan sekolahnya karena dia kini duduk di bangku kelas 3 SMA tidak mungkin meninggalkan pelajaran karena akan ada Ujian Nasional dan Ujian Akhir Sekolah. Maka dari itu Ririn sangat menjaga harta berharga pemberian Kakek tercintanya itu.
Ririn melihat sekeliling dan menilik ke kedalaman danau itu. Tidak didapatinya benda yang sedang dia cari. Tetapi kemudian ada sesuatu yang berkilau terpantul karena cahaya matahari.
Rizuki yang berada tidak jauh dari situ menyadari gerak-gerik gadis yang dia ikuti menjadi aneh, kemudian pemuda tampan itu mencoba mendekat.
Tanpa aba-aba Ririn nekat langsung masuk sungai itu. Tetapi sebelum itu dia melepas sepatunya melinting bajunya dan melipat roknya serta meletakkan tasnya. Dan…
BYURRR…

-TO BE CONTINUED-

Hahaha… Akhirnya fict gaje chapter pertama ini selesasi XD
Dibuat dengan data yang ada dari Kiseki Fam’s..
Semoga bisa menghibur..
Jangan lupa like and coment ya~~~